Landasan Kependidikan
HAKIKAT PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
Hakikat Pendidikan
Pendidikan
berasal dari kata dasar didik yang berarti memelihara dan memberi ajaran atau
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dengan penambahan awalan “pe”
dan akhiran “an” berarti menunjuk pada perbuatan (hal, cara) tentang mendidik.
Dalam konteks fisik, pendidikan berarti pemeliharaan badan atau fisik melaui
latihan-latihan (Haris Hermawan, 2009: 82).
Pendidikan
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Seperti dikatakan oleh Prof. Rupert. C.
Lodge, yaitu “in this sense, life is education, andeducation
is life”. Artinya, seluruh kehidupan memiliki nilai pendidikan karena
kehidupan memberikan pengaruh kepada pendidikan bagi seseorang atau masyarakat.
Sebenarnya, jika membicarakan pendidikan dalam arti sempit memiliki konotasi
sekolah atau pendidikan formal. Dalam pengertian yang luas pendidikan adalah
kehidupan (Haris Hermawan, 2009: 78).
Dalam
pengertian yang luas ini pendidikan adalah proses yang dialami manusia semenjak
ia lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan merupakan proses yang tidak pernah
selesai (never ending proces). Proses pendidikan yang pertama tentunya adalah
keluarga. Dalam keluarga ini seseorang memiliki pengalaman pertama dalam
kehidupannya. Setelah itu manusia memasuki fase schooling, sebuah fase
kehidupan yang dialami seseorang di sekolah atau lembaga formal dan seterusnya.
Pada intinya setiap proses yang dialami seseorang dan mempengaruhinya maka itu
dapat disebut sebagai proses pendidikan, kapan saja dan dimana saja.
Pertama, kita
cenderung mengabaikan kemenyuluruhan aspek-aspek yang membangun pengertian
tentang ‘pendidikan’, yakni aspek pengajaran yang bermuara ke pemahaman suatu
dan aspek pedagogi yang menghantar ke suasana penghayatan suatu itu.
Kedua, kita
cenderung mengabaikan kejelasan pentingnya keterlibatan dan semacam pembagian
tanggungjawab yang harus dipikul sebagai pihak (orang tua, masyarakat, sekolah)
dalam proses menyeluruh. Memahami pendidikan semata sebagai sekolah, telah
melemparkan segala hal tanggung jawab yang terkait dengan pendidikan seseorang
kepada sekolah.
Dua macam pertanyaan, apa itu pendidikan’? atas pertanyaan ini,
dapatlah kita peroleh dari berbagai sumber, puluhan jawaban tentang batasan
pendidikan. Tetapi untuk mengidentifikasi setidaknya dua kelompok macam jawaban
atas pertanyaan ‘apa itu pendidikan?’.
Kelompok macam jawaban pertama berupa batasan definitif. Menurut
Woolfolk dalam (Agus Suwignyo, 2008: 2) menulis, pendidikan adalah interaksi
antara dua orang atau lebih untuk mentranformasikan atau mentransmisikan
pengetahuan, ilmu, keterampilan,norma, etika atau kepercayaan dan sistemnya
sehingga menghasilkan perubahan yang terukur pada salah satu atau masing-masing
pihak yang terlibat.
Kelompok macam jawaban kedua menunjuk lebih pada misi ataupun
tujuan yang diembannya. Dengan kata lain, kalau mau dibalik, misi ataupun
tujuan pendidikan dapat dikatakan sebagai inti dari pengertian pendidikan.
Menurut Driyarkara (Agus Suwignyo, 2008: 3) menguraikan bahwa pendidikan
merupakan hominisasi dan humanisasi. Hominisasi artinya proses
menjadi homo (manusia). Humanisasi proses menjadi human (manusiawi). Pendidikan
sebagai hominisasi dan humanisasi, dengan kata lain, berarti pendidikan sebagai
proses menjadi manusia yang manusiawi. Dalam ungkapan atau rumusan yang lebih
akrab dengan kita, gagasan Driyarkara sering dikutip: pendidikan sebagai pemanusiaan
manusia muda.
Menurut Drost (Agus Suwignyo, 2008: 3) menegaskan visi yang sama
dengan Driyarkara, yaitu memanusiakan manusia, sebagai inti pendidikan. Proses
memanusiakan manusia terjadi demi kemandirian si individu bersangkutan, tetapi
juga “demi masyarakat karena manusia itu adalah manusia demi manusia-manusia
lainnya”.
Menurut
Mangunwijaya (Agus Suwignyo, 2008:3) awalnya pendidikan dipahami sebagai
sosialisasi ilmu pengetahuan, nilai atau adat istiadat. Tetapi, menurutnya,
batasan ini tidak tepat sebab menghadirkan dilema: ilmu, pengetahuan, nilai dan
adat istiadat yang mana dan milik siapa sosialisasikan. Bagi Mangunwijaya,
dalam paradigmanya yang baru, pendidik haruslah menjadi upaya pemerdekaan
manusia-manusia lemah dan tertindas.
B.
Pendidikan
Islam
1.
Hakikat
Pendidikan Islam
Memahami pendidikan Islam,
terlebih dahulu perlu memahami pengertian pendidikan Islam. Karena dalam
pengertian tersebut terkandung beberapa indikator esensial pendidikan.
Pengertian pendidikan Islam, salah satunya dapat dengan menggunakan metodologi
semantik seperti yang dikutip oleh Abdul Mujib dalam (Haris Hermawan, 2009:
84). Menurut dilakukan oleh Izutsu terdapat tiga prosedur untuk menggali
hakikat suatu termasuk
2.
Pengertian
Pendidikan Islam
Istilah
pendidikan Islam terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan Islam.
Oleh sebab itu, untuk mengetahui makna istilah tersebut, perlu diketahui lebih
dahulu definisi pendidikan Islam menurut teori-teori pendidikan Islam.
Menurut
al-Syaibany (1979: 399) dalam bukunya Haitami Salim & Erwin Mahrus (2012:
12), pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam
kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam
sekitarnya melalui proses pendidikan, perubahan itu dilandasi dengan
nilai-nilai Islam.
Moh. Fadhil
al-Jamaly (1986: 3) mengatakan pendidikan Islam ialah upaya mengemban mendorong
serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi
dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik
yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
Proses tersebut
mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat
kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya
(pengaruh dari luar). Pendapat ini didukung dengan mengutip firman Allah SWT:
وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ
شَيْـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۙ
Artinya:“dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
pun, dan dia memberi pendengaran, penglihatan dan hati, ...” (QS. al-Nahl
78).
Hasan Langgulung (1992:3) dalam bukunya Sutrisno & Muhyidin
Albaroris (2012: 18-19) berpendapat bahwa pendidikan dapat ditinjau dari dua
segi, yaitu dari segi masyarakat dan dari segi individu. Dari segi masyarakat,
pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda
agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan. Sementara dari segi individu, pendidikan
berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Dari situ
ia menarik kesimpulan bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai pewarisan
kebudayaan sekaligus pengembangan potensi-potensi.
Napoleon Hill
(2007) dalam bukunya Sutrisno & Muhyidin Albaroris (2012: 19) memaknai
pendidikan bukan sekedar tindakan penyampaikan pengetahuan (the act of
importing knowledge) atau transfer
pengetahuan (transfer of knowledge) semata. Hill menurut
makna pendidikan dari akar katanya, yaitu dari bahasa latin educo yang berarti
“to develop from within: to educe, to draw out, to go through the law of use”
(mengembangkan diri dalam; mendidik; melaksanakan hukum kegunaan). Oleh
karenanya, pendidikan yang sesungguhnya berarti pengembangan potensi diri
(indra dan pikir), bukan sekedar mengumpulkan dan mengklasifikasikan
pengetahuan.
Sementara itu,
dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan didefinisikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik menjadi aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.
3.
Dasar
Pendidikan Islam
Ismail Raji al-
Faruqi, seperti diceritakan oleh muridnya Muhammad Shafiq (2000: 182), dalam
bukunya Sutrisno & Muhyidin Albarobis (2012: 23) mengatakan bahwa
pendidikan (Islam) harus diarahkan menurut konsep tauhid. Hal ini mengingat
pentingnya tauhid sebagai fondasi yang harus dibangun di atas ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai yang akan ditransfer kepada anak didik melalui proses
pendidikan.
Tauhid menjadi
tema yang sangat penting dalam pandangan Islam karena, seperti dikatakan
Muhammad Anis (2010: 126) dalam bukunya Sutrisno & Muhyidin Albarobis
(2012: 23), tema ini berbicara tentang Allah yang notebane merupakan pusat
segala sesuatu. Konsep tauhid, menurut Anis mengandung implikasi doktrinal
lebih jauh bahwa tujuan hidup manusia haruslah dalam kerangka beribadah kepada
Allah. Dokrin inilah yang merupakan kunci dari seluruh ajaran Islam. Sebab,
dari konsep tauhid inilah akan muncul standar yang sangat penting dalam konsep pendidikan
Islam, yaitu standar akhlak, yang esensinya adalah baik-buruk dan benar- salah.
4.
Tujuan
Pendidikan Islam
Menurut Abdul
Fattah Jalal (1988: 119) dalam bukunya Ahmad Tafsir (2011: 46), tujuan umum
pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Ia mengatakan
bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat
al-Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua
manusia. Jadi, menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia
menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan
diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam
menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah
digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah beribadah
kepada Allah. Ini diketahui dari ayat 56 surah al-Dzariyat :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali
supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Muhammad Quthb
(1988: 17) dalam bukunya Ahmad Tafsir (2011: 48), tatkala membicarakan tujuan
pendidikan, menyatakan bahwa tujuan pendidikan lebih penting daripada sarana
pendidikan. Sarana pendidikan pasti berubah dari masa ke masa, dari generasi ke
generasi, bahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Akan tetapi, tujuan
pendidikan tidak berubah. Yang dimaksud ialah tujuan pendidikan yang umum
itu. Tujuan pendidikan yang khusus dapat berubah sesuia dengan kondisi
tertentu. Namun, tujuan yang mendasar dalam tujuan pendidikan tidak pernah
berubah.
Membicarakan
tujuan pendidikan umum memang penting. Tujuan umum itu tetap menjadi arah
pendidikan Islam. Untuk keperluan pelaksanaan pendidikan, tujuan itu harus
dirinci menjadi tujuan yang khusus, bahkan sampai ke tujuan yang operasional.
Usaha merinci tujuan umum itu sudah pernah dilakukan oleh para ahli pendidikan
Islam. Al-Syaibani, misalnya menjabarkan tujuan pendidikan Islam menjadi:
a.
Tujuan
yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan,
tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan- kemampuan yang harus dimiliki
untuk hidup didunia dan di akhirat.
b.
Tujuan
yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan
masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
c.
Tujuan
profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu,
sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Haris Hermawan,
2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Departemen Agama Republik Indonesia.
Sutrisno &
Muhyidin Albarobis, 2012. Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Haitami Salim,
Erwin Mahrus, 2012. Filsafat Pendidikan Islam. Pontianak: STAIN
Pontianak Press.
Ahmad Tafsir,
2011. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Agus Suwignyo,
2008. Pendidikan Tinggi & Goncangan Perubahan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Comments
Post a comment